30 Nov 2012

Tuan Tempatku Berpulang

Dimana tuan kan meninggikan diri
Jika bukan dalam hati sahaya
Dalam sedih pilu tuan bertahta
Menatap kemudian mati

Berpulang jiwa pada tuan
Merintih terdiam menanti waktu
Hitam putih tiada beda
Dimana neraka terbungkus surga

Tiada aku merindu pada tuan
Tiada ku ikuti sorban memanjang
Khutbah berdiri menatap langit
Tiada kutemui tuan disana

Kuseru tuan dalam surau dan gereja
Kuseru pula dalam setiap candi dan pura
Setiap itu tuan berada, dan kita terdiam
Bergumul mati dan mematikan

Disini kini tuan berada
Meninggi dalam keheningan
Memicing mata menatap hina
Adakah tuan berkehendak ?
Maka, tiada daya aku bertolak

29 Nov 2012

kumpulan puisi : tiga hati bicara rindu


Hujan berkabar sendu

Mendung hanya berkabar sendu
Berbisik akan hujan yang kan tiba
Bukan dirimu yang kini hilang
Kapan tiba aku tak tau

27 Nov 2012

Jika Asa menjadi Bara


kurasa percuma aku kembali padamu
kau tiada sisakan ruang untukku
hanya tersimpan dendam dalam dirimu
hingga aku terkapar dalam tanganmu

aku tau kau telah membagi hati
bersama membagi jiwa, bertukar rasa
kini aku tiada berarti
hanya rumput diluar taman
menatapku kau enggan
tiada harap kau kan menyapaku lagi

dan kini inilah aku
hanya berjalan tanpa tau kapan kan berhenti
mungkin esok atau lusa, kan kau dapati aku mati dalam rindu

sudahlah, untuk apa pula aku perpulang padamu pagi ini
kesia-siaan ku simpan harap ini padamu
krna asa kini telah menjadi bara
membakar raga dan sukma
hingga tiada tersisa debu

tiada guna ku simpan lagi
maka kini kubuang asa ini
dalam dentuman angin badai senja
terhempas hilang dalam kaki langit
mengusik rembulan tuk segera bangkit
hiasi malam agar tak terasa sakit

dan aku terdiam meringkih dalam sunyi..

24 Nov 2012

Ini Diamku !


Malam kian tenggelam dalam sepi
Rembulan berkaca pada muka kolam
Gemirisik ilalang digoda angin malam
Lirih mengamit setiap sendu dalam hati

Detik berganti dalam keheningan
Waktu kian berlalu dalam lamunan
Sedangkan sukma kian mendesak ingin kebebasan

Terdiam dalam sudut tepi malam
Bertanya pada gemintang yang terus mengerling manja
Adakah pernah risau hinggap dalam matamu
Ataukah kau tiada kenal risau itu apa ?

Percuma jika aku teriak
Hanya terbentur dinding tembok keheningan
Terbatas oleh garis pilu yang terbentang dalam jiwa
Garis merah semerah darah dan sehitam air mata

Nyala lampu kian redup terhempas angin
Bergoyang dalam irama kehampaan
Meredup dalam selimut kelam
Dan mati dalam tikaman kesepian

Jangan kau tanya tentang apa yang terpikir olehku
Jangan kau tanya tentang kewarasaanku
Jangan kau tanya tentang  keheningan ini
Jangan pula kau tanya tentang rindu ini

Sekeras kau bertanya
Maka aku akan sekeras karang menentang
Berdiri teguh dalam diam
Membisu tanpa batasan

Saat kau berucap tanya padaku
Saat kau menatap penuh curiga
Saat kau mengancam penuh amarah
Maka aku akan terdiam dan terus terdiam
Hingga rembulan kembali keperaduan

Kini diri hanya sendiri
Berucap sepi pada malam tanpa tepi
Memeluk rindu pada jiwa yang telah mati
Mencumbu raga yang lenyap lalu

Bilakah mentari kan kembali dalam malam
Dan rembulan bersinar dalam siang
Maka harapanku padamu hanya kesia-sian belaka
Dan dalam diam aku percaya
Bahwa esok tiada kutemui rasa ini kembali

22 Nov 2012

Jeruji Rindu


Kini malam kian beradu dengan pagi
Bertukar rindu dan bercumbu
Lepaskan hasrat meski sejenak
Dan gemintang hanya tersipu lalu menghilang

Awan berarak menyingkir, tersapu angin
Hilir mudik sampaikan setiap kerinduan akan hujan

Waktu kian berlalu dalam lamunan
Kita terkekang dalam jeruji waktu
Meradang dalam rindu

Sebatas angan dan impian
Ketika memandang dan mencumbu rindu
Berteman sebuah foto usang saat kita berdua
Kutahu kau pun sama,
Bersama malam memandang diriku

Kita berjalan dalam titian rindu
Menguntai setiap waktu yang berlalu
Merajut setiap sepi yang mengurung
Entah esok atau lusa, kita kan bersua melepas rindu dalam dada

Jika waktu itu kan kembali
Maka kan kupeluk erat dirimu
Tiada kulepas kau pergi meski sesaat
karna aku enggan berbagi dengan dunia.

19 Nov 2012

Merindu dalam penantian


membayang sepasang matamu
terdiam aku tanpa kata
hanya diam dan memandang
mata itu milik siapa ?

kugenggam tanganmusaat itu
ku ajak kau berlari
bukan untuk menyongsong mentari
tapi untuk berhenti dan berjanji
tentang hidup kita nanti

setiap kubuka mata
selalu kutemukan dirimu dalam bentuk-bentuk baru
lipatan-lipatan senyuman yang menggoda
kau terlepas dari kekangan
terbang bebas hinggap dalam jiwa

dimanakah tempat ku kan berpulang kelak
jika kau tiada menungguku
karna, di ranjangmu aku kan berpulang
dalam tikaman belati rindu untukmu

ada sebuah kegontaian dalam cahaya mentari pagi ini
dia tersenyum kecut mencumbu kawini musim
anak-anak mentari hanya merengek dalam pelukan rembulan
sembari menyusu dalam payudara ranum sang rembulan

begitupula kegontaian dalam diriku
ketika bayangan delusi kerinduan padamu, menjamah diriku
tertikam dalam balutan jubah angan-angan

aku terdiam menanti dalam malam
menanti sepasang malaikat yang datang dan mengganyang jarak yang terbentang
teringat pada tangis kekasih yang kering dalam dada

kasih,
dan nantikan ketika aku berpulang nanti
kan kucumbu dirimu hingga tiada pagi tersisa untuk kita
hingga malam hanya sebatas detakkan jantung belaka
karna mentari dan rembulan hanya ada pada matamu.

18 Nov 2012

Menanti Cahaya dalam Hujan


siang ini begitu pilu
hujan turun sejak pagi buta
belum sempat ayam bangunkan mimpi
gelegar petir telah menyambar sukma

suasana begitu dingin menusuk tulang
selimuti jiwa dengan kesenduan yang tiada bertepi
entah apa yang kurasa saat ini, terasa ada yang hilang
begitu sakit dan begitu pedih

langit kurasa teramat mendung pagi ini
mungkinkah hujan akan kembali turun
menyapu sedih dalam hati
atau hanya menyapa dengan sinis kemudian pergi

pada mendung pagi ini aku cemburu
dia menggelayut mesra pada cakrawala
sedangkan aku tiada miliki tempat tuk memanja

aku memilih diam, krna tiada kata yang dapat terucap
seketika kebuntuan merayap dalam dinding-dinding jiwa sepi
duduk terdiam menanti bangkitnya cahaya terpendam
menyibak sepi dan membunuh kelam

17 Nov 2012

masihkah ada pagi untukku

untuk para tentara kecil di medan perang


malam ku berlalu dengan bisu
tanpa pelukan maupun ciuman
hanya berselimut ngeri dan ketakutan
akankah esok masih ada pagi

malam selalu mencekam
bersama pekik tangis dan jerit pilu
bersama desingan peluru laksana orkestra kematian
burung besi mengintai tanpa jeda

kini tiada lagi kukenal apa itu senyuman
tiada lagi kurasa apa itu kedamaian
yang ku tau hanya kematian
serta mayat yang tergeletak penuh luka

masih kuingat sekolahku dulu
tempat dimana kutersenyum bersam kawan
bercanda dan merangkai mimpi dewasa
tapi kini semua itu hanya mimpi
sekolahku tak lebih dari debu jalanan
bersama mimpiku yang tenggelam dalam balutan desing peluru

kucoba mengingat wajah temanku
dimana dulu kita bermain di pekarangan belakang
bertukar tawa dan bergumul dalam mimpi
namun, yang teringat hanyalah mayatnya yang tergelak bersama 3 butir peluru dalam dada

haruskah kami mati
menjadi korban dalam perang yang buta ini
kami tiada tau alasan perang ini
yang kami tau hanya bermain dan belajar
beserta tawa dan senyuman

kini bukan buku yang kugenggam dalam tangan
namun senjata berat perampas nyawa
berjuta jerit kematian menyeruak dari moncong senjata ini
buatku terdiam dalam ngeri kematian

aku ini masih kecil
ingin bermain dan tertawa
bukan berperang dan mencabut nyawa

kini aku dalam malam tiada aku sanggup bermimpi
mimpiku hanya berujung pada mati
kini dalam malam aku hanya terdiam dan mendoa
semoga masih ada pagi yang menantiku esok hari

16 Nov 2012

belati dalam rindu


kutatap rembulan malam ini
begitu syahdu dan sangat menggoda
namun entah mengapa kurasa sepi disana
tanpa gemintang mengerjap meggoda diri

perlahan aku tergeletak berselimut sepi
berlayar dalam lautan mimpi
terombang-ambing dalam badai kebimbangan
tersayat oleh perih dalam batin

sepi hari kurasa saat mentari berlalu berganti malam
rindu menggebu saat rembulan memuncak jiwa
pedih merasuk dalam sukma saat fajar bicara
berbisik dalam balutan kabut tersamar dalam kelam

telah kau selipkan belati dalam setiap rindu yang kau tinggal
kau oleskan racun dalam setiap kenangan yang tersisa
dan kau tinggalkan diriku dalam raungan pedih sayatan kerinduan
tergeletak meregang nyawa bersama kenangan yang tertinggal

ketika pagi bersenandung bersama kutilang di ranting cemara
aroma dedaunan yang membusuk di lantai hutan
dan lirih samar suara kali di pinggir desa
maka saat itu pula aku tersiksa akan rindu padamu

aku membuta pada dirimu
hanya meraba setiap bayangmu
mengecup setiap kenangan yang berlalu
tenggelam dalam bayang-bayang dirimu

terbayang wajahmu dalam pelupuk mataku
rambutmu yang hitam laksana mahkota para dewa
hidungmu kecil mancung, yang selalu menggoda jiwa
pipimu laksan buah fuga yang terbelah sama rata
bersama rona merah disetiap lengkungan
bibir mungilmu masih seperti aliran sungai yang tenang dan menggoda
bagaimana mungkin kan ku lupa semua itu
semua terpatri dalam ingatan akan dirimu kasih

kini biarlah kulalui hari berganti
bersama belati tertikam dalam hati
bersama racun yang tertidur dalam jiwa
dan berteman kenangan akan dirimu kasih

14 Nov 2012

Malam Berlalu Tanpa Senyummu


malam ini kulihat kau nampak berbeda
tiada senyum atau bahakan secuil tawa
apa gerangan terjadi padamu
adakah pacarmu pergi meninggalkanmu
atau mungkin tiada lagi kau dapati cintamu

entahlah, apa yang terlintas dalam benakmu
ketika terdiam disudut kamar
hanya sebotol anggur dan sebungkus rokok didepanmu
tiada hasrta ku rasa dalam dirimu

sepanjang hari kau terdiam
tiada kata terucap
tiada pula kau berdiri dan pergi
tapi setidaknya, gantilah pakianmu
kau nampak lusuh dan penuh debu jalanan
aku tiada ingin melihat bidadariku terlihat lusuh hari ini

sementara kau terdiam disana.
aku hanya duduk disebuah sofa, sembari menatapmu
sejuta tanya menghambur dalam pikiran
adakah disana kau temui mimpi burukmu

kubiarkan kau terdiam tanpa kata
hanya sesekali kutengok jam di dinding tua itu
jarum jam yang seperti belati kasar.
mengejar hari dan merobek masa

terdengar lirih suara hujan
aroma tanah basah perlahan terbawa semilir angin
petir mulai riang menyambar
rintik hujan renyah terdengar

tiadakah kau rasa dingin kasih
kuhampiri kau perlahan dalam pelukan
dan kurasakan getar tangis
perlahan tetesan air matamu jatuh basahi tanganku
air mata yang begiti dingin dan pedih

biarlah malam ini berlalu dengan tangismu
kurelakan malam berlalu tanpa senyumanmu
kubiarkan rembulan dan gemintang berlalu
asalkan saat pagi tiba kudapati senyummu kembali.

11 Nov 2012

cerita dari balik penjara


hari berlalu seperti biasa tiada beda
masih kunikmati langit pagi yang tinggal secuil ini
rasakan hangat caya mentari disela-sela jeruji
tiada kusangka aku kan begini
terdiam terkungkung dalam penjara

setiap waktu berganti tiada yang berarti
pagiku selalu disambut nasi basi
malam ku selalu ditemani dingin lantai ini

hiburanku tiada pula berganti
hanya peluit apel pagi
dan terkadang suara jangkrik dilapangan,
menghiburku dikala malam mulai sepi

kini aku berkawan dengan nyamuk dan kutu busuk
lelah aku berdebat dengan mereka, berbut lahan hidup dalam penjara
pernah kukata pada mereka, tentang nasib dan ceritaku
tentang sedih dan piluku
tapi mereka hanya terdiam, sibuk nikmati setiap darahku

tiada terpikir tentang keluarga
merekapun tiada tau aku sekarang disini
hanya surat dari polisi yang mereka tau, bahwa aku telah mati.
terkadang aku hanya tertawa sendiri ratapi nasib
bahwa hidupku tiada berarti, karena aku ini telah mati

sel 4 x 4 hanya berteman kutu busuk dan tikus curut
mengerit dan menghisap kala malam selimuti jiwa
sama seperti waktuku yang dikerat oleh ujung senapan sipir penjara

entah esok atau lusa.
menanti waktu saat pelor panas menembus dada
saat sukma hilang entah kemana
ketika raga tergeletak menggelepar melepas nyawa.
dan aku kembali mati untuk yang kedua
entah apa yang akan mereka kata
mungkin mayatku akan dibuang entah dimana
satu dikubur seadanya
karna aku manusia tanpa arti

8 Nov 2012

Balada Selendang Merah


1.

kulihat kau bergaun merah
berjalan susuri taman mawar indah
semerbak harum menusuk jiwa
kau tersenyum memandang mega

aku terpaku diam menatapmu
pandangi dirimu berbalut sendu
jauh nian kau pergi
tinggalkan mimpi diranjang pagi ini

aku tak tau apa yang terbersit dalam benakmu
kau diam dan palingkan wajahmu
gemeritik ranting terpukul angin iringi bisumu
sejuta tanya memebahana dalam diriku

apalah arti diriku berada kini
jika kau tiada berdiri disisi
apalah arti aku merindu
jika aku tak tau dimana dirimu

hari telah berganti menjadi malam
saat aku belum sempat nikmati hangat caya mentari
sama seperti dirimu yang kini entah dimana
saat aku belum sempat ucapkan selamat pagi untukmu

kini kemana rindu harus kutuju
apakah pada bayang dirimu yang terbayang dalam senyuman rembulan
atau tawamu yang tersimpan dalam hangat mentari

buatku kini semua tida beda
entah malam dan siang semua sama
karna rasa tiada berubah
saat tiada kurasa hadirmu disisi

kutatap sebuah selendang merah
terkulai pasrah di sofa
tercium aroma mawar parfum milikmu
dan aku terdiam disudut kamar

kini pada mawarpun aku benci
kutumpahkan sejuta sumpah pada setangkai mawar
hingga ia berubah hitam kemudian menghilang.