29 Feb 2012

metamorfosa keheningan


Aku duduk terdiam di tepian jendela tua yang lapuk termakan waktu. Aroma kopi hitam menyebar memenuhi ruangan ini. Masih tersisa beberapa batang rokok yang tergelatak d lantai sisa semalam. Hangat mentari yang menyongsong pagi mulai merasuk kedalam sela-sela jiwa ini. Kurasakan sepasang tangan lembut memelukku dari belakang. Tampaklah olehku seorang wanita yang buatku tergoda semalam suntuk. Kutatap matanya yang begitu sayu dalam dinginnya pagi, tak kulihat secercah caya dalam sepasang mata itu. Telah lama semangat hidup menghilang dari dalam dirinya. Sekarang yang aku lihat tak lebih dari boneka berdaging yang kosong. Percumbuan semalam hanya sebuah bukti tak berarti kalau dia masih hidup.

Kembali aku teringat pada sesuatu yang telah lama hilang dari kekasihku ini. Semangat hidupnya menghilang bersamaan dengan kejadian bejat itu berlangsung. Setiap kali aku mengingat kejadian itu hati ini kembali menuntut balas. Yahh!!!.. para manusia bejat itu yang patut disalahkan, merekalah yanng harus aku bunuh dan hilangkan. Mereka telah menggores luka yang begitu dalam di jiwa kekasihku. Kini hilang sudah tawa yang dulu selalu menghiasi pagi bersama datangnya fajar. Tiada lagi kurasa hangat jiwanya dalam setiap cumbuan dan ciuman itu, yang ada hanya dingin dan beku.

Sekelebat bayangan massa lalu kembali berkelebat dalam pikiran ini ketika dia memelukku, ketika untuk pertama kalinya aku bertemu dengan dirinya. Aku mengingat waktu itu, saat itu hujan deras dan aku bertemu dengannya di sebuah halte bus. Kami sama-sama menggigil dalam balut dinginnya dingin hujan. Entah mengapa dalam dirinya aku rasakan sebuah kehangatn yang begitu nyaman. Perkenalan kami mulai berlanjut dlam hubungan yang jauh lebih dekat hingga dia rela serahkan keprawanannya kepadaku. Setelah saat itu terjadi kami mengikat sebuah janji dalam keabadian cinta yang indah. Hari-hari yang ada hanya sebuah cinta dan kebahagiiaan. Hingga kejadian biadab itupun terjadi menimpa diriku dan kekasihku. Terbayang dalam benakku ketika dia memanggil nama ku dalam raungan sedihnya. Ketika tangan-tangan bejat itu menelanjangi tubuhnya dan meninggalkannya dalam peluh tangis. Kuhampiri dirinya dan kupeluk dalam dinginnya malam. Bunga yang selama ini mekar begitu indah kini telah layu.

Diam,,kini dia hanya bisa terdiam dan tertunduk lesu. Menatapnya seperti ini hanya buatku semakin merasa bersalah dan semakin berdosa. Tapi apalah daya yang aku bisa sekarang hanya bisa berdiri disampinya dan meneminya. Sejak kejadian itu tiada lagi ada nama tuhan dalam hidup ku. Nama-Nya telah lama hilang dari dalam diriku. Aku sangat kecewa pada-Nya, disaat istirku dijamah oleh para iblis dia tak sekalipun berhasrat untuk menolong. Dia hanya duduk disinggasananya dan hanya melihat. Kini dia telah kubalas dengan menghilangkan namanya dari dalam hati dan jiwaku. Pernah kuliat dia melintas dalam benakku, bergelayut dalam setiap sel dalam jiwa. Tapi kemudia dia kuusir dengan setiap kekerasan hati dan kekecewaan jiwa.

Kedatangan pagi ini kembali membuatku merasakn harapan baru, harapan yang bisa mengembalikan tawa dari kekasihku. Hanya kupeluk dirinya dalam hangatnya pagi, kuraskan tetesan air mata basahi tangan ini. Entah mengapa aku hanya terdiam melihatnya menangis dalam pelukan dan semakin ku peluk erat dirinya. Hari berjalan begitu cepat dan begitu indah dalam keheningan pelukan ku. Siang itu aku pergi ke apotik seberang kompleks rumah ku untuk membeli bebrapa obat untuk kekasihku. Setelah semua itu aku pun pulang melewati sebuah jalan sepi yang di naungi oleh rimbunnya pepohonan flamboyan. Hembusan angin menerpa pelan dedaunan. Begitu banyak harapan yang timbul dalam jiwaku. Begitu kaki ini tiba di depan rumah, kalnjutkan melangkah memasuki ruangan tudurku. Alangkah terkejutnya diriku ketika kulihat kekasihku tergantung dalam lilitan selimut dengan mendekap gaun pernikahan kami.

Tak pernah kulihat dia dalam keadaan seperti ini. Dia begitu pujat pasi, pancarkan beningnya sinar mentari yang menerpa dingin tubuhnya. Sebersit senyum bahagia terukir dalam bibirnya. Kini dia telah menjadi bidadari, dia telah bermetamorfosa dan melebur dalam hangatnya mentari dan indahnya heninggnya pagi serta kebisuannya..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar