8 Nov 2012
Balada Selendang Merah
1.
kulihat kau bergaun merah
berjalan susuri taman mawar indah
semerbak harum menusuk jiwa
kau tersenyum memandang mega
aku terpaku diam menatapmu
pandangi dirimu berbalut sendu
jauh nian kau pergi
tinggalkan mimpi diranjang pagi ini
aku tak tau apa yang terbersit dalam benakmu
kau diam dan palingkan wajahmu
gemeritik ranting terpukul angin iringi bisumu
sejuta tanya memebahana dalam diriku
apalah arti diriku berada kini
jika kau tiada berdiri disisi
apalah arti aku merindu
jika aku tak tau dimana dirimu
hari telah berganti menjadi malam
saat aku belum sempat nikmati hangat caya mentari
sama seperti dirimu yang kini entah dimana
saat aku belum sempat ucapkan selamat pagi untukmu
kini kemana rindu harus kutuju
apakah pada bayang dirimu yang terbayang dalam senyuman rembulan
atau tawamu yang tersimpan dalam hangat mentari
buatku kini semua tida beda
entah malam dan siang semua sama
karna rasa tiada berubah
saat tiada kurasa hadirmu disisi
kutatap sebuah selendang merah
terkulai pasrah di sofa
tercium aroma mawar parfum milikmu
dan aku terdiam disudut kamar
kini pada mawarpun aku benci
kutumpahkan sejuta sumpah pada setangkai mawar
hingga ia berubah hitam kemudian menghilang.
2.
kuhitung setiap purnama yang berlalu
telah berlalu 7 purnama tanpa dirimu
kuhitung setiap waktu yang terlewat tanpamu
berharap kau hadir ketika esok kembali
entah kemana kau menghilang
kini dirimu laksana kabut putih
hanya hadir berikan belai sesaat
dan hilang tanpa tau ada dimana
tarian pedas angin kering
sisakan pedih di wajahku
lengking sendu dari salak anjing
menggores luka pada rembulan kelabu
kini aku terkoyak
terpotong dalam irisan pilu sang rindu
masih tersimpan sebuah harap dalam dada
kau kembali dalam pelukan jiwa
tebarkan senyum dan tawa
namun entah kapan itu kan tiba
kini akupun hanya terdiam
jalani hari bersam jiwa pincang dan hati luka
bersama malam hitungi hari
dibayangi belati waktu mengikis hari
3.
bulan telah berlalu dengan kejam tinggalkan diriku
dan aku diam bersimpuh terkungkung lelah menghitung waktu
sore bulan desember.
bersama semilir dingin sisa hujan tadi pagi
kucoba berdiri dan menatap keluar
nikmati dunia yang lama aku tinggal pergi
jauh ku layangkan pandang
menembus rimbunnya pohon trembesi disisi jalan
menyusuri sulur-sulur anggur yang belum juga berbuah
dan mataku menangkap sesosok bayang wanita
berkelebat dibalik rimbunya bunga sepatu
hati perlahan berdetak dalam irama yng lama aku lupa
kembali kurasakan ingatan akan dirimu mengalir begitu deras
tapi aku hanya diam mematung
tiada hasrat untuk kembali mengejar bayangmu
biarlah kuingat dirimu dalam hidupku
tentang selendang merah
dan taman mawar merekah
4.
pagi bulan mei
tiga tahun sudah kau menghilang
tanpa tinggalkan sebuah berita
hanya sisakan sebuah selendang merah
sisa-sisa hujan masih terasa memeluk raga
semilir dingin angin erat memeluk sukma
surya pun masih enggan tampakkan diri
dia terdiam dibalik awan mendung pagi
perlahan ku langkahkan kaki
pada sebuh pintu tua
pintu yang dulu setiap senja kau menunggu disana
sembari tersenyum manja
pagi itu kuliat sepucuk surat
bersampul merah
dan sebuah siluet mawar
beserta aroma parfum yang sangat ku kenal
ini adalah aroma kesukaanmu
kupandang lekat-lekat
"untuk yang terkasih"
lama aku tiada temukan tulisan ini
entah berapa lama tulisan itu menghilang bersama dirimu
kini kutemukan kembali meski hanya sebuah dugaan
hanya sebuah surat pernikahan bersampul merah
benar adanya ini dari dirimu
ingin ku marah tapi tiada guna
sedih tak perlu lagi kurasa
aku hanya diam dan tersenyum sesaat
kulihat akhirnya kau bersama dia
kan mengucap janji di gereja itu.
5.
senja kian mendekat
matari kian lengser masuk dalam peraduan
semilir angin perlahan dingin menggigit
saat kau terdiam di kamar itu
kulihat kau hanya terdiam
menangis dalam pelukan
kutanpa mengapa, kau tiada berkata
hanya sesenggukan pecahkan senja
kulihat sepucuk surat dalam genggaman
kubaca pelan, ternyata dari bapakmu
kulihat dia akan menjodohkanmu
dengan dia yang telah dipilihnya
akhir surat kulihat sebuah kalimat
bahwa pasanganu adalah dia yang seagama denganmu
aku hanya diam membisu
tiada sanggup berkata
dan jadilah sore itu terbalut dalam bisu
malam mulai berjalan
rembulan telah duduk dalam singgasananya
bersama gemerlap gemintang
kulihat kau terdiam dalam dingin
menggigil menahan sedih
aku tau kau masih menhan tangis
masih kurasakan getaran tangis dalam pelukanmu
dan malam berlalu beselimut bisu
6.
pagi kembali menyambut
bersama hangat caya mentari
semilir dingin angin berselimut embun
menebal kaca jendela kamarku
semerbak mawar menyeruak dalam kamar
membelai jiwaku yang belum juga sadar
perlahan kuhirup lekat
hingga bersarang dalam dada
kubuang pandang pada kamar
tiada kulihat dirimu disana
hanya sebuah selendang merah terkulai lemas diatas sofa
belum sempat kuucap selamat pagi untukmu
atau sebuah kecupan manis dikeningmu
kau telah hilang entah kemana
hanya sisakan selendang merah dan mawar duka
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar